Suku angkola adalah ?
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=593055034672613&id=155784358399685
#Suku #angkola #bukan batak.
salah satu Etnik suku di sebelah selatan Wilayah Provinsi Sumatera utara
di Negara Indonesia dan Didunia dimana terdapat kisah legenda Mpu Tongku jolak Maribu Dalimunthe di dalam sejarahnya menghadang dan berperang pada tahun 1025 M dimana serangan tersebut datang dari kerajaan india selatan ( tamil ) yg akan menyerang sriwijaya karena beberapa sebab terberita dalam prasasti tanjore dll
sekilas sudut pandang tentang suku angkola ini di
suku Angkola bukan bagian batak
Orang orang dari Suku Angkola Sampai sekarang termasuk di Sumatera Utara masih banyak orang yang belum mengetahui apa itu Suku Angkola ?
Bagaimana pula hubungannya dengan daerah atau etnik lainnya. Meski sebenarnya tidak sedikit yang telah memahami.
DiSumatera Utara didiami oleh penduduk dari berbagai suku/etnik asli dan pendatang. Apakah dalam jumlah besar atau dalam jumlah yang masih sedikit.
Selama ini banyak orang menganggap penduduk asli Tapanuli Selatan (Sumatera Utara) semuanya etnis Mandailing dan sebagian Batak. Anggapan ini sangat keliru. Tapanuli Selatan sebelum pemekaran wilayah menjadi Tapanuli Selatan (ibukota Padangsidimpuan, kemudian Sipirok). Mandailing Natal (beribukota Panyabungan). Sejak dahulu kala dihuni oleh penduduk asli yang terdiri dari Etnis Engkola dan Mandailing.
Etnis Angkola mayoritas mendiami Tapanuli Selatan sekarang, ditandai dengan dominasi Marga Dalimunthe , Marga Daulae dan Marga Harahap
Suku Mandailing memang mayoritas mendiami daerah Mandailing Natal yang sekarang, dengan dominasi marga Nasution dan Lubis .
Dalam sejarah dijelaskan, Suku Angkola adalah Penyandang adat istiadat dan budaya lokal yg ada di Daerah wilayah angkola dan banyak karya karya seni yg tidak ada sangkutpautnya dgn budaya suku lain karena memang tidak ada adat istiadat budaya angkola ditoba , pakpak ,karo atau simalungun membuat adat istiadat budaya angkola milik asli pribumi tanoh angkola dan masalah adanya persamaan beberapa bentuk adat istiadat dan budaya serta bahasa angkola mungkin disebabkan beberapa faktor diantaranya :
1.Perkawinan antara putra dan putri suku angkola Diluar daerah atau dari orang orang suku pendatang yg telah menetap lama di tanoh angkola hingga mengembangkan adat istiadat budaya dan bahasa yg dibawanya hingga regenerasi membuat adanya kolaborasi adat istiadat budaya serta bahasa yg mungkin agak canggung didengar bila bertemu dgn bhs aslinya
2.Akibat ada perang sejak zaman dahulu kala berganti ganti penguasa dan peraturan peraturan sejak zaman purbakala hingga kolonial
3.
Tidak Cintanya Penduduk lokal terhadap adat istiadat budaya dan bahasanya serta leluhurnya sendiri seperti kini ..lagu lagunya pun bukan asli halak angkola karena asli angkola tidak mengenal lagu pop sepert suku tetangga karena lagu lagu asli angkola itu endeng endeng bukan pop poppan ..
Suku Angkola adalah sebuah Etnik berdiri sendiri dan asli di Sumatera Utara
Sejarah mencatat :
ZAMAN KOLONIAL BELANDA
Wilayah Pemerintahan di Tapanuli Selatan dahulunya bernama Afdeling.
Dipimpin oleh sorang Residen dengan pusat Pemerintahan Padangsidimpuan. Membawahi 3 Onder Afdeling dan masing-masing dipimpin oleh controlleur, seterusnya membawahi Onder Distrik dipimpin oleh Asisten Demang.
Onder Afdeling di bawah Afdeling, antara lain Angkola dan Sipirok berpusat di Padangsidimpuan. Onder Afdeling Padang Lawas di Sibuhuan dan Onder Afdeling Mandailing di Kota Nopan.
Selanjutnya Onder Afdeling yang membawahi Onder Distrik. Angkola, membawahi 3 Distrik masing-masing Angkola dengan pusat Padangsidimpuan, Batang Toru di Batang Toru dan Distrik Sipirok di Sipirok. Onder Distrik ini membawahi pula Luhat/Kuria yang dipimpin oleh Kepala Kuria.
Sebelum kemerdekaan, ketiga Onder Afdeling yang ada, sama kedudukannya dengan kabupaten yang dipimpin oleh Bupati. Setelah pemulihan kekuasaan tahun 1949, seluruhnya digabung menjadi satu Kabupaten dengan pusat pemerintahan di Padangsidimpuan.
Dalam pemerintahan sekarang, Onder Afdeling Angkola sebelumnya terdiri dari tiga Onder Distrik dan beberapa Kekuriaan, berkembang menjadi beberapa kecamatan. Seperti Kuria Sipirok telah dipecah/dimekarkan menjadi beberapa Kecamatan, antara lain Sipirok, Arse (pemekaran dari Sipirok), Padangsidimpuan Timur, Saipar Dolok Hole dan Aek Bilah (pemekaran dari Saipar Dolok Hole), Batang Angkola, Sayur Matinggi, Sigalangan, hingga ke Batang Toru dengan beberapa pemekarannya, sampai kecamatan Dolok, ibukotanya Sipiongot.
Angkola adalah Etnik
Jauh sebelum penjajah Belanda menjejakkan kaki di bumi persada ini, telah ada penduduk yang mendiami wilayah Angkola. Diperkirakan 9000 tahun sebelum masehi. Itulah yang dinamakan Etnik Angkola (asli Angkola, bukan pecahan atau yang memisahkan diri dari Etnik lain).
Terbukti dengan adanya kerajaan-kerajaan seperti :
1.Kerajaan Poli
1.Kerajaan Haru Sipamutung
3.Kerajaan Aru Barumun
4.Kerajaan Sabungan (di kaki Lubuk Raya)
5.Kerajaan Batunadua, Sipirok/Parau Sorat, Siala Gundi, Muara Tais, Batang Toru sekitarnya, Batarawisnu, Mandalasena, dan lain-lain.
Suku Angkola memiliki ciri tersendiri, seperti :
- Palsafah dasar Ampang Opat dan Dalihan Na Tolu sebagai tatanan/pandangan hidup sampai saat ini tetap dipedomani,
- Adat Istiadat Budaya seperti Adat Istiadat Perkawinan yg tersebut Marlojong ,Horja godang : mengupa di na haroan boru : horas tondi madingin, sayur matua bulung dll
- Pakaian Adat Tenunan sendiri seperti Sadum Angkola dll
- Bahasa dengan Aksara. Bahasa yang kaya dengan tingkatan penggunaannya;
- Alat Musik Nungneng , Gondang dll
1.bahasa Biasa
(digunakan dalam komunikasi sehari-hari) 2.Andung (bahasa halus) 3.Bura (bahasa Kasar) atau yang lainnya dapat diperdalam melalui Impola ni Hata.
Aksara Angkola dengan tulisan tersendiri.
Jika dibaca menurut ejaan Latin adalah :
A, HA, MA, NA, RA, TA, I, JA, PA, U, WA, SA, DA,BA, LA, NGA, KA, CA, NYA, GA, YA
(Konsonan Ina ni Surat). Dilengkapi dengan symbol yang menandakan perubahan bunyi Vokal : E, I, O dan U serta symbol pembatas disebut Pangolat menandakan huruf mati, misalnya NGA menjadi NG, dan lain-lainnya.
Bentuk huruf/abjadnya jelas ada tersendiri lain dari aksara etnik lainnya.
- Mempunyai Kesenian dan Alat-alatnya.
- Ornamen khas ( Gondang dll )
- Tutur (adab dan etika panggilan), dalam pergaulan sehari-hari mempunyai tidak kurang dari 135 jenis Tutur/Sapaan.
- Buku Adat Budaya Angkola (lengkap) ditulis oleh Stn. Tinggibarani Siregar dan lain-lain ciri khas kebudayaannya, telah dianut secara turun temurun.
Bahasa dan Aksara Angkola dahulu dipergunakan menjadi salah satu mata pelajaran disekolah SD dan SMP/sederajat diseluruh Tapanuli Selatan, baik pelajaran Tata Bahasa (Impola ni Hata), Bahan Bacaan (Turi-turian) dan lain-lain dipergunakan adalah versi Angkola, dengan berbagai macam bahan/pedoman hidup bermasyarakat, sebagai dasar dalam berbudi pekerti.
Dari segi garis keturunan yang menerapkan system Patrilineal, masyarakat Angkola ditandai dengan Marga/Clan yang dominan seperti Harahap, Siregar, Pane dengan rumpun marganya masing-masing, seluruhnya mendiami ketiga onder distrik tersebut.
Dilihat dari segi falsafah Dalihan na Tolu, hubunan kekeluargaan Etnik Angkola dibagi kepada; 1. Mora, pihak keluarga pemberi boru. Mora ini mendapat posisi didahulukan karena pihak Mora dalam hubungan kekeluargaan memiliki posisi yang sangat dihormati, di samping Raja-Raja maupun Pemangku Adat; 2. Suhut dengan Kahanggi, keluarga yang mempunyai hajatan atau horja adat, termasuk di dalamnya Suhut selaku Tuan Rumah; 3. Anak Boru, yaitu pihak keluarga pemberian Boru (pangalehenan Boru).
Di dalam pelaksanaan sesuatu pekerjaan adat, masing-masing unsur Dalihan na Tolu, masih mempunyai teman kelompok (sajuguhan=sebarisan) seperti Mora dengan Mora ni Mora (biasa juga disebut Hula Dongan, Kahanggi/Suhut dengan Pareban (saudara/keluarga sepengambilan) dan Anak Boru bersama dengan Anak Borunya yaitu Pisang Raut yang sering juga disebut Piso Pangarit.
Kurang Dikenal
Banyak orang cukup mengenal kata Angkola, mengenal Sipirok, tetapi lebih banyak yang kurang mengenal Etnis Angkola. Hal ini antara lain disebabkan:
1. Adanya anggapan semua penduduk Tapanuli selatan suku Mandailing.
2. Tentang Angkola, sebab terbatasnya penutur sejarah budaya Angkola.
3. Kurangnya minat generasi mempelajari sejarah asal-muasal.
4. Terhadap adat istiadat dan budaya.
Tidaklah diragukan jika pada umumnya orang Tapanuli Selatan seluruhnya (etnik aslinya) dianggap orang Mandailing. Padahal orang Mandailing sendiri tidak pernah menganggap atau menyamakan orang Angkola dengan orang Mandailing. Meskipun dalam adat istiadat budayanya ada persamaan, namun tetap ada perbedaan yang tak perlu dipertentangkan.
Akuilah
Uraian ringkas di atas menggambarkan, Angkola jelas merupakan sebuah etnis asli dan berdiri sendiri di Sumatera Utara, mempunyai adat istiadat dan budaya sendiri. Apabila masih ada yang meragukan tentang itu, boleh-boleh saja dan silahkan untuk meneliti lebih mendalam.
Bagi yang berasal dari Angkola dengan marga seperti Harahap, yang menurut kisahnya sebagaimana pernah dituturkan oleh Cik Rahman (Abd. Rahman Harahap – alm), tokoh masyarakat/mantan Ketua Dewan Kesenian Tapanuli Selatan yang juga adalah penulis Cerita/Film “Janji Namboru” dan “Batu Markosing”, Marga Harahap-lah pendiri kampung Padangsidimpuan.
Perlu diketahui, kota Padangsidimpuan bermula lokasinya di Padang na Dimpu (lahan/bukit yang agak tinggi), sekarang diabadikan sebagai nama open stage (arena terbuka) dipusat kota Padangsidimpuan, tempat acara-acara resmi pemerintahan atau kegiatan-kegiatan lainnya.
Juga marga Siregar dengan keturunannya, demikian pula marga Pane, Hutasuhut, Rambe dan lain-lain tidak perlu ragu akan keberadaan Angkola termasuk salah satu dari sekian banyak etnik yang ada di nusantara ini. Karena itu, apabila berasal dari etnik Angkola, akuilah dan cintailah kita memang orang/suku Angkola. Bagaimanapun juga, marga lain yang bersasal dari Toba dan juga dengan orang yang bermarga asal Mandailing yang telah lama berdomisili di Padangsidimpuan-Sipirok sekitarnya, telah lebih banyak yang tidak mau lagi disebut orang Toba atau orang Mandailing. Mereka sudah mengikuti dan melaksanakan adat budaya Angkola.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=593055034672613&id=155784358399685
#Suku #angkola #bukan batak.
salah satu Etnik suku di sebelah selatan Wilayah Provinsi Sumatera utara
di Negara Indonesia dan Didunia dimana terdapat kisah legenda Mpu Tongku jolak Maribu Dalimunthe di dalam sejarahnya menghadang dan berperang pada tahun 1025 M dimana serangan tersebut datang dari kerajaan india selatan ( tamil ) yg akan menyerang sriwijaya karena beberapa sebab terberita dalam prasasti tanjore dll
sekilas sudut pandang tentang suku angkola ini di
suku Angkola bukan bagian batak
Orang orang dari Suku Angkola Sampai sekarang termasuk di Sumatera Utara masih banyak orang yang belum mengetahui apa itu Suku Angkola ?
Bagaimana pula hubungannya dengan daerah atau etnik lainnya. Meski sebenarnya tidak sedikit yang telah memahami.
DiSumatera Utara didiami oleh penduduk dari berbagai suku/etnik asli dan pendatang. Apakah dalam jumlah besar atau dalam jumlah yang masih sedikit.
Selama ini banyak orang menganggap penduduk asli Tapanuli Selatan (Sumatera Utara) semuanya etnis Mandailing dan sebagian Batak. Anggapan ini sangat keliru. Tapanuli Selatan sebelum pemekaran wilayah menjadi Tapanuli Selatan (ibukota Padangsidimpuan, kemudian Sipirok). Mandailing Natal (beribukota Panyabungan). Sejak dahulu kala dihuni oleh penduduk asli yang terdiri dari Etnis Engkola dan Mandailing.
Etnis Angkola mayoritas mendiami Tapanuli Selatan sekarang, ditandai dengan dominasi Marga Dalimunthe , Marga Daulae dan Marga Harahap
Suku Mandailing memang mayoritas mendiami daerah Mandailing Natal yang sekarang, dengan dominasi marga Nasution dan Lubis .
Dalam sejarah dijelaskan, Suku Angkola adalah Penyandang adat istiadat dan budaya lokal yg ada di Daerah wilayah angkola dan banyak karya karya seni yg tidak ada sangkutpautnya dgn budaya suku lain karena memang tidak ada adat istiadat budaya angkola ditoba , pakpak ,karo atau simalungun membuat adat istiadat budaya angkola milik asli pribumi tanoh angkola dan masalah adanya persamaan beberapa bentuk adat istiadat dan budaya serta bahasa angkola mungkin disebabkan beberapa faktor diantaranya :
1.Perkawinan antara putra dan putri suku angkola Diluar daerah atau dari orang orang suku pendatang yg telah menetap lama di tanoh angkola hingga mengembangkan adat istiadat budaya dan bahasa yg dibawanya hingga regenerasi membuat adanya kolaborasi adat istiadat budaya serta bahasa yg mungkin agak canggung didengar bila bertemu dgn bhs aslinya
2.Akibat ada perang sejak zaman dahulu kala berganti ganti penguasa dan peraturan peraturan sejak zaman purbakala hingga kolonial
3.
Tidak Cintanya Penduduk lokal terhadap adat istiadat budaya dan bahasanya serta leluhurnya sendiri seperti kini ..lagu lagunya pun bukan asli halak angkola karena asli angkola tidak mengenal lagu pop sepert suku tetangga karena lagu lagu asli angkola itu endeng endeng bukan pop poppan ..
Suku Angkola adalah sebuah Etnik berdiri sendiri dan asli di Sumatera Utara
Sejarah mencatat :
ZAMAN KOLONIAL BELANDA
Wilayah Pemerintahan di Tapanuli Selatan dahulunya bernama Afdeling.
Dipimpin oleh sorang Residen dengan pusat Pemerintahan Padangsidimpuan. Membawahi 3 Onder Afdeling dan masing-masing dipimpin oleh controlleur, seterusnya membawahi Onder Distrik dipimpin oleh Asisten Demang.
Onder Afdeling di bawah Afdeling, antara lain Angkola dan Sipirok berpusat di Padangsidimpuan. Onder Afdeling Padang Lawas di Sibuhuan dan Onder Afdeling Mandailing di Kota Nopan.
Selanjutnya Onder Afdeling yang membawahi Onder Distrik. Angkola, membawahi 3 Distrik masing-masing Angkola dengan pusat Padangsidimpuan, Batang Toru di Batang Toru dan Distrik Sipirok di Sipirok. Onder Distrik ini membawahi pula Luhat/Kuria yang dipimpin oleh Kepala Kuria.
Sebelum kemerdekaan, ketiga Onder Afdeling yang ada, sama kedudukannya dengan kabupaten yang dipimpin oleh Bupati. Setelah pemulihan kekuasaan tahun 1949, seluruhnya digabung menjadi satu Kabupaten dengan pusat pemerintahan di Padangsidimpuan.
Dalam pemerintahan sekarang, Onder Afdeling Angkola sebelumnya terdiri dari tiga Onder Distrik dan beberapa Kekuriaan, berkembang menjadi beberapa kecamatan. Seperti Kuria Sipirok telah dipecah/dimekarkan menjadi beberapa Kecamatan, antara lain Sipirok, Arse (pemekaran dari Sipirok), Padangsidimpuan Timur, Saipar Dolok Hole dan Aek Bilah (pemekaran dari Saipar Dolok Hole), Batang Angkola, Sayur Matinggi, Sigalangan, hingga ke Batang Toru dengan beberapa pemekarannya, sampai kecamatan Dolok, ibukotanya Sipiongot.
Angkola adalah Etnik
Jauh sebelum penjajah Belanda menjejakkan kaki di bumi persada ini, telah ada penduduk yang mendiami wilayah Angkola. Diperkirakan 9000 tahun sebelum masehi. Itulah yang dinamakan Etnik Angkola (asli Angkola, bukan pecahan atau yang memisahkan diri dari Etnik lain).
Terbukti dengan adanya kerajaan-kerajaan seperti :
1.Kerajaan Poli
1.Kerajaan Haru Sipamutung
3.Kerajaan Aru Barumun
4.Kerajaan Sabungan (di kaki Lubuk Raya)
5.Kerajaan Batunadua, Sipirok/Parau Sorat, Siala Gundi, Muara Tais, Batang Toru sekitarnya, Batarawisnu, Mandalasena, dan lain-lain.
Suku Angkola memiliki ciri tersendiri, seperti :
- Palsafah dasar Ampang Opat dan Dalihan Na Tolu sebagai tatanan/pandangan hidup sampai saat ini tetap dipedomani,
- Adat Istiadat Budaya seperti Adat Istiadat Perkawinan yg tersebut Marlojong ,Horja godang : mengupa di na haroan boru : horas tondi madingin, sayur matua bulung dll
- Pakaian Adat Tenunan sendiri seperti Sadum Angkola dll
- Bahasa dengan Aksara. Bahasa yang kaya dengan tingkatan penggunaannya;
- Alat Musik Nungneng , Gondang dll
1.bahasa Biasa
(digunakan dalam komunikasi sehari-hari) 2.Andung (bahasa halus) 3.Bura (bahasa Kasar) atau yang lainnya dapat diperdalam melalui Impola ni Hata.
Aksara Angkola dengan tulisan tersendiri.
Jika dibaca menurut ejaan Latin adalah :
A, HA, MA, NA, RA, TA, I, JA, PA, U, WA, SA, DA,BA, LA, NGA, KA, CA, NYA, GA, YA
(Konsonan Ina ni Surat). Dilengkapi dengan symbol yang menandakan perubahan bunyi Vokal : E, I, O dan U serta symbol pembatas disebut Pangolat menandakan huruf mati, misalnya NGA menjadi NG, dan lain-lainnya.
Bentuk huruf/abjadnya jelas ada tersendiri lain dari aksara etnik lainnya.
- Mempunyai Kesenian dan Alat-alatnya.
- Ornamen khas ( Gondang dll )
- Tutur (adab dan etika panggilan), dalam pergaulan sehari-hari mempunyai tidak kurang dari 135 jenis Tutur/Sapaan.
- Buku Adat Budaya Angkola (lengkap) ditulis oleh Stn. Tinggibarani Siregar dan lain-lain ciri khas kebudayaannya, telah dianut secara turun temurun.
Bahasa dan Aksara Angkola dahulu dipergunakan menjadi salah satu mata pelajaran disekolah SD dan SMP/sederajat diseluruh Tapanuli Selatan, baik pelajaran Tata Bahasa (Impola ni Hata), Bahan Bacaan (Turi-turian) dan lain-lain dipergunakan adalah versi Angkola, dengan berbagai macam bahan/pedoman hidup bermasyarakat, sebagai dasar dalam berbudi pekerti.
Dari segi garis keturunan yang menerapkan system Patrilineal, masyarakat Angkola ditandai dengan Marga/Clan yang dominan seperti Harahap, Siregar, Pane dengan rumpun marganya masing-masing, seluruhnya mendiami ketiga onder distrik tersebut.
Dilihat dari segi falsafah Dalihan na Tolu, hubunan kekeluargaan Etnik Angkola dibagi kepada; 1. Mora, pihak keluarga pemberi boru. Mora ini mendapat posisi didahulukan karena pihak Mora dalam hubungan kekeluargaan memiliki posisi yang sangat dihormati, di samping Raja-Raja maupun Pemangku Adat; 2. Suhut dengan Kahanggi, keluarga yang mempunyai hajatan atau horja adat, termasuk di dalamnya Suhut selaku Tuan Rumah; 3. Anak Boru, yaitu pihak keluarga pemberian Boru (pangalehenan Boru).
Di dalam pelaksanaan sesuatu pekerjaan adat, masing-masing unsur Dalihan na Tolu, masih mempunyai teman kelompok (sajuguhan=sebarisan) seperti Mora dengan Mora ni Mora (biasa juga disebut Hula Dongan, Kahanggi/Suhut dengan Pareban (saudara/keluarga sepengambilan) dan Anak Boru bersama dengan Anak Borunya yaitu Pisang Raut yang sering juga disebut Piso Pangarit.
Kurang Dikenal
Banyak orang cukup mengenal kata Angkola, mengenal Sipirok, tetapi lebih banyak yang kurang mengenal Etnis Angkola. Hal ini antara lain disebabkan:
1. Adanya anggapan semua penduduk Tapanuli selatan suku Mandailing.
2. Tentang Angkola, sebab terbatasnya penutur sejarah budaya Angkola.
3. Kurangnya minat generasi mempelajari sejarah asal-muasal.
4. Terhadap adat istiadat dan budaya.
Tidaklah diragukan jika pada umumnya orang Tapanuli Selatan seluruhnya (etnik aslinya) dianggap orang Mandailing. Padahal orang Mandailing sendiri tidak pernah menganggap atau menyamakan orang Angkola dengan orang Mandailing. Meskipun dalam adat istiadat budayanya ada persamaan, namun tetap ada perbedaan yang tak perlu dipertentangkan.
Akuilah
Uraian ringkas di atas menggambarkan, Angkola jelas merupakan sebuah etnis asli dan berdiri sendiri di Sumatera Utara, mempunyai adat istiadat dan budaya sendiri. Apabila masih ada yang meragukan tentang itu, boleh-boleh saja dan silahkan untuk meneliti lebih mendalam.
Bagi yang berasal dari Angkola dengan marga seperti Harahap, yang menurut kisahnya sebagaimana pernah dituturkan oleh Cik Rahman (Abd. Rahman Harahap – alm), tokoh masyarakat/mantan Ketua Dewan Kesenian Tapanuli Selatan yang juga adalah penulis Cerita/Film “Janji Namboru” dan “Batu Markosing”, Marga Harahap-lah pendiri kampung Padangsidimpuan.
Perlu diketahui, kota Padangsidimpuan bermula lokasinya di Padang na Dimpu (lahan/bukit yang agak tinggi), sekarang diabadikan sebagai nama open stage (arena terbuka) dipusat kota Padangsidimpuan, tempat acara-acara resmi pemerintahan atau kegiatan-kegiatan lainnya.
Juga marga Siregar dengan keturunannya, demikian pula marga Pane, Hutasuhut, Rambe dan lain-lain tidak perlu ragu akan keberadaan Angkola termasuk salah satu dari sekian banyak etnik yang ada di nusantara ini. Karena itu, apabila berasal dari etnik Angkola, akuilah dan cintailah kita memang orang/suku Angkola. Bagaimanapun juga, marga lain yang bersasal dari Toba dan juga dengan orang yang bermarga asal Mandailing yang telah lama berdomisili di Padangsidimpuan-Sipirok sekitarnya, telah lebih banyak yang tidak mau lagi disebut orang Toba atau orang Mandailing. Mereka sudah mengikuti dan melaksanakan adat budaya Angkola.
Komentar
Posting Komentar