Langsung ke konten utama

NAMORA PANDE BOSI LELUHUR MARGA LUBIS DAN HUTASUHUT

Sejarah Anak Boru Raja Kerajaan Dalimunthe

Marga Lubis Dan Marga Hutasuhut

Selama berabad-abad lamanya dan sampai sekarang masyarakat Mandailing mempercayai bahawa Namora Pande Bosi adalah nenek moyang orang-orang Mandailing yang bermarga Lubis dan hutasuhut

Menurut sejarah dan legendanya, Namora Pande Bosi berasal dari Bugis di Sulawesi Selatan.

Dalam pengembaraannya dia sampai ke satu tempat yang bernama Sigalangan di Tapanuli Selatan.
  Kemudian dia berkawin dengan puteri raja di tempat tersebut  dari Kerajaan Dalimunthe dan terkenal sebagai pandai besi yang mulia Raja Dalimunthe .

  Namora Pande Bosi dan isterinya yang bergelar Nan Tuan Layan Bolan mendapat dua orang anak lelaki yang diberi nama :
1.Sutan Borayun
2. Sutan Bugis
 (Dalam tarombo marga Lubis yang disusun oleh Raja Junjungan pada tahun 1897, ada juga tercatat bahawa nama isteri Namora Pande Bosi ialah Boru Dalimunthe Naparila, artinya puteri Dalimunthe yang pemalu).

   Pada suatu ketika Namora Pande Bosi pergi meyumpit burung ke tengah hutan dan di sana dia bertemu dengan seorang puteri orang bunian dan mengawininya. Menurut satu cerita, wanita itu adalah orang Lubu (orang asli) dan adapula memperkirakan sebagai puteri Raja Bunian ( Mahluk halus )tetapi kita harus memakai logika dan nalar apakah mahluk halus dapat mempunyai anak manusia ? Hingga arti bunian bisa juga dimaksudkan seorang wanita yg disembunyikan identitasnya karena beberapa hal
1.karena ada ikatan persaudaraan dgn istrinya bisa dibilang adik atau kakak dari istrinya  Hingga identitasnya disembunyikan dll sebabnya Allahualam...tetapi masuk diakal karena dalam sejarah marga dalimunthe mempunyai anak puter lahir kembar bernama Puteri lenggana boru dalimunthe dan Puter Lenggani boru Dalimunthe
  Dari perkawinan dengan puteri raja yg disembunyikan identitasnya itu, Namora Pande Bosi mendapat dua orang anak lelaki kembar yang masing-masing diberi nama :
1. Si Langkitang
2. Si Baitang.
  Ketika kedua anak tersebut masih dalam kandungan, Namora Pande Bosi meninggalkan isterinya dan kembali ke Hatongga.

  Menjelang dewasa Si Langkitang dan Si Baitang pergi mencari bapa mereka dan menemukannya di Hatongga. Lalu mereka tinggal bersama keluarga bapa mereka di tempat tersebut.

Tidak beberapa lama kemudian, terjadilah perselisihan antara anak-anak Namora Pande Bosi itu kita sebut anak Puteri Lenggani boru Dalimunthe Raja Padang Bolak dengan anak-anaknya  Puteri Lenggana boru  Dalimunthe raja Sigalangan.
  Maka Namora Pande Bosi menyuruh anaknya Si Langkitang dan Si Baitang meninggalkan Hatongga. Mereka disuruhnya pergi ke daerah Mandailing dan jika mereka menemukan tempat di mana terdapat dua sungai yang mengalir dari dua arah yang tepat bertentangan (dalam bahasa Mandailing dinamakan muara patontang) di situlah mereka membuka tempat pemukiman baru.

Setelah lama mengembara akhirnya Si Langkitang dan Si Baitang menemukan muara patontang, lantas mereka membuka pemukiman baru di tempat itu.

 Tidak lama setelah ditinggalkan anaknya Si Langkitang dan Si Baitang, Namora Pande Bosi meninggal dunia dan dimakamkan di Hatongga dan  Isterinya Puteri Lenggana boru Dalimunthe ( Nan Tuan Layan Bolon ) yang meninggal kemudian dimakamkan di satu tempat yang bernama Hombang Bide, kurang lebih 2 km dari Hatongga.
  Makamnya masih ada di situ sampai sekarang.

 Semua keturunan Si Langkitang dan Si Baitang yang menyebar di seluruh tanah Mandailing dan di tempat-tempat lain dikenali sebagai orang-orang Mandailing yang bermarga Lubis.

Pada tahun 1963, makam Namora Pande Bosi ditemukan di Hatongga, dengan petunjuk dari keturunan Raja Sigalangan.
 Makam tokoh legendaris yang sangat terkenal itu terletak di tengah persawahan penduduk setempat. Makam tersebut berada kurang lebih 2 km jauhnya dari Jalan Raya Lintas Sumatra yang melalui desa Sigalangan, kurang lebih 14km jauhnya dari kota Padang Sidimpuan (ibu kota Kabupaten Tapanuli Selatan).

Atas usaha sejumlah orang Mandailing bermarga Lubis, kurang lebih 1.6km panjangnya jalan dari desa Sigalangan ke arah makam Namora Pande Bosi sudah dibangunkan sehingga dapat ditempuh dengan kenderaan bermotor (kereta). Tetapi jalan menuju ke makam tersebut, yang panjangnya kurang lebih 232 meter masih harus dibangun supaya dapat dilalui dengan berjalan kaki atau dengan menggunakan kenderaan. Jika jalan yang panjangnya kurang lebih 232 meter tersebut sudah dibangun, maka para penziarah yang selalu banyak berdatangan mengunjungi Namora Pande Bosi, di antaranya dari Malaysia, akan mudah mendatangi makam yang dimuliakan itu. Menurut rencana jalan yang panjangnya 232 meter itu akan dibangun dengan lebar 3 meter.
https://angkolaorg.wordpress.com/2020/07/06/keturunan-namora-pande-bosi-marga-lubis-dan-hutasuhut-anak-boru-dalimunthe/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suku Angkola

Suku Angkola” bukan bagian Suku Batak Etnis Angkola yang seringpula didialekkan Angkola, adalah ‘suku bangsa’ (orang Angkola menyebutnya Bangso Angkola) yang mendiami 3 Provinsi di Pulau Sumatera, yaitu 1.Provinsi Sumatera Utara 2.Provinsi Sumatera Barat 3.Provinsi Riau di Indonesia. Orang atau Suku Angkola di Provinsi Sumatera Utara berada di Kota /Daerah : 1. Padang Sidimpuan 2. Kabupaten Padang Lawas 3. Kabupaten Padang Lawas Utara 4. Kabupaten Tapanuli Selatan 5. Kabupaten Labuhanbatu 6. Kabupaten Labuhan batu Utara 7. Kabupaten Labuhanbatu Selatan 8. Kabupaten Asahan 9. Kabupaten Batubara Orang atau suku Angkola yang berada di Provinsi Sumatera Barat berada pada daerah atau kota : 1. Kabupaten Pasaman 2. Kabupaten Pasaman Barat, dan sekitarnya Orang atau suku angkola yg berada di Provinsi Riau berada di Kabupaten Rokan Hulu dan sekitarnya Pada awal masa penjajahan Belanda, kesemua wilayah Angkola awalnya masuk dalam Karesidenan Angkola atau Residentee Angkola di bawah Sum